
Rabu, 29 April 2009
Good news from the U.S.A, Superman Is Dead is confirmed to do 11 gigs at KIA Kevin Says Stage at the legendary Vans Warped Tour 2009!
The tour, plus more gigs all arround U.S.A, is gonna be a part of SID's "From Bali With Rock American Tour 2009" which organized by Mastra Production Philadelphia and Outsiders Inc.
Check out our tour dates for details.And also check: http://www.kevinsaysstage.com
http://www.myspace.com/kevinsaysstage
http://www.warpedtour.com
Cheers,
SID
SID From bali With Rock USA Tour Dates:
- Concert 1: NY (Friday, June 5, 2009)
- Concert 2: Philadelphia ( Saturday, June 6, 2009)
- Concert 3: Washington DC (Sunday, June 7, 2009)
- Concert 4: LA (Saturday, June 13, 2009)
- Concert 5: Seattle (Friday June 19, 2009)
- Concert 6: Seattle (Saturday June 20, 2009)
Selasa, 28 April 2009
Minggu, 26 April 2009
PEMIKIRAN SEMPIT KESERAGAMAN
Damm! Saya tersentak dengan pernyataan tersebut. Pernyataan yang sudah sangat lama saya nanti-nantikan tiba-tiba terdengar langsung oleh telinga saya. Mungkin banyak orang yang akan bertanya-tanya, apa istimewanya komentar tersebut? Sehingga harus membuat tersentak? Bukankah pendapat-pendapat seperti itu sudah biasa diucapkan? Lalu apa yang menjadi luar biasa?
Pertanyaan dan pernyataan seperti itu seolah-oleh beruntun menerjang kepala saya, seraya berusaha menjelaskannya. Pendapat seperti itu, tidak akan menjadi luar biasa apabila disampaikan untuk para pegiat kemanusiaan atau untuk kelompok-kelompok yang memang aktivitas mereka ada diwilayah perjuangan pluralisme. Namun tidak demikian apabila ucapan itu didedikasikan untuk S.I.D.
Dengan latar belakang “glamour”, tampilan ala punker, musik cadas, dengan segala atribut “gaul” yang disandang oleh kelompok band ini seolah-olah mereka adalah 3 (tiga) orang “berandal” yang hanya bermusik dan larut dalam kehidupan glamour. Rambut spiky, rantai bergelantungan di pinggang, berbusana gaul nan glamour tidaklah cukup menggambarkan ketepatan dari penyataan diwal tulisan ini. Betapa ketiga pemuda ini jauh dari kategori kelompak yang peduli dengan keadaan sekitar. Ditambah lagi tangan yang tiada henti memegang botol minuman beralkohol, semakin menjauhkan cap pemuda yang mempunyai kepedulian terhadap kehidupan sosial. Belum lagi bila kita menengok ke belakang atas perjalanan grup band ini yang sempat dipenuhi dengan tuduhan rasis dan diskriminatif, menyebabkan S.I.D. sempat terpuruk dalam tuduhan-tuduhan rasis. Tentu saja keadaan ini kerap membuat roh lagu mereka menjadi hilang dan terkubur dalam “judge” glamour, rasis, dan anti sosial. Aktivitas-aktivitas mereka untuk kampanye kemanusiaan, kesetaraan, pluralisme menjadi sirna begitu saja.
S.I.D dan Kemanusiaan
Sepanjang pengetahuan saya, SID baik sebagai sebuah grup band maupun individu-individunya adalah salah satu grup Band yang cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, tentunya yang paling sering adalah melakukan kampanye pluralisme, kemanusiaan dan juga lingkungan. Tidak sebatas hanya datang dan bermain musik, bahan terlibat langsung dalam pengadaan kampanye termasuk memobilisasi resource untuk menggelar kampanye musik. Komitmen mereka atas kemanusiaan, pluralisme, lingkungan tergambar pula secara kuat dalam lagu-lagu mereka. Dapat dicatat bahwa hampir dalam setiap album yang dirilis oleh SID terdapat tema-tema lagu yang mengedepankan persaudaraan, kesetaraan, pluralisme. Kita vs Mereka, Marah Bumi, Citra O.D bahkan dalam album terbarunya terdapat pesan untuk menjaga semangat keberagaman yang tercermin dalam lagu “Kuat Kita Bersinar”. dan dalam setiap mereka penampilannya, tak henti-hentinya mengingatkan penonton yang ada di depan mereka untuk menghargai setiap perbedaan. Kadangkala oleh Boby dengan mimik serius bak orator, atau kadang dengan guyonan “jorok” ala Eka Rock yang mengundang tawa tapi sarat dengan pesan indahnya keberagaman.
“Akh…itu hal yang biasa kali, namanya juga cari popularitas” begitu kira-kira pendapat yang muncul bila kita menelaah S.I.D dan sisi humanismenya. Namun pendapat itu menjadi keliru bila menyimak perjalanan kreatifitas para personel S.I.D di kala mereka belum terkenal seperti sekarang. Cukup susah mengatakan bahwa tema lagu mereka tentang kemanusiaan, kesetaraan dan pluralisme, adalah sebatas lagu panggung. Sebatas untaian kata yang hanya diteriakan di panggung-panggung lalu hilang dan lepas tak bermakna di dalam kehidupan mereka di luar panggung. Atau sangat berat rasanya mengatakan, bahwa pesan-pesan mereka adalah pesan semu yang hanya untuk gagah-gagahan di atas panggung.
Lekat dalam ingatan saya bagaimana S.I.D termasuk salah satu band menyisihkan energinya untuk kegiatan-kegiatan jalanan terutama pada tahun 1998 dimana euforia reformasi sedang masak-masaknya. Aksi massa dikampus-kampus sedang marak, diskusi informal merebak tiap saat dan disitulah beberapakali terlibat pula pemuda-pemuda ini. Bergabung dalam setiap aktivitas, mengeluarkan “merchandise” dalam bentuk stiker-stiker. Bukan stiker gaul atau stiker yang beraroma dunia glam tapi “merchandice” yang berbau kampanye gerakan. Tercatat dalam ingatan saya, berbagai stiker sarkas dengan tulisan; “Sohardto F**k”, atau maaf” Tutut Titit” yang sesuai kehendak jaman pada saat itu. Mungkin seseuatu hal yang kecil , tetapi sarat akan makna kepedulian mereka dengan kondisi sosial.
Ditengah lagu-lagu mereka yang sekilas terkesan mengumbar tema glam, S.ID adalah salah satu band di Bali yang selalu siap tampil dalam acara-acara charity untuk kemanusiaan. Mungkin puluhan kali bahkan lebih, grup band ini terlibat secara aktif dalam pagelaran sosial tanpa bayaran. Tercatat S.I.D tampil dalam penggalangan dana untuk kemanusiaan pada saat bencana Tsunami Aceh dan bencana Gempa Jogjakarta. Bukan hanya sebatas tampil memikan musiknya, tapi juga peran Jerinx (drumer S.I.D) sebagai pengagas ide terutama dalam Pagelaran Kemanusiaan untuk bencana gempa Jogjakarta.
Demikian pula dalam hal perjuangan atas pluralisme dan keberagaman, S.I.D adalah Band yang terlibat pula secara aktif dalam kampanye penolakan RUU APP dari sejak dikumandangkan tahun 2006 sampai 2008. tidak melulu aksi panggung tapi pemuda-pemuda ini juga terlibat dalam aksi-aksi jalanan. Menggarap roadshow musik untuk mengkampanyekan, betapa berbahanya RUU APP dalam ranah Bhinekka Tunggal Ika. Betapa RUU APP mengancam sendi-sendi keberagaman dan berujung terancamnya nilai-nilai dan hakikat kemanusiaan.
Tema lagu kemanusiaan termanifestasikan dalam bentuk praktek-praktek S.I.D. Nilai universal kemanusiaan, menjadi lakon yang tidak bisa dinafikan begitu saja dari S.I.D. Kita masih ingat bagaimana agresi USA terhadap negara Irak? Ditengah kondisi sentimentil yang berkembang atas dunia Islam, S.I.D justru tampil dan keluar dari sentimentil itu. Solidaritas kemanusiaan adalah universal dan menembus batas tanpa memandang warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bangsa. Ini terwujudkan dalam pagelaran musik bertajuk “Stop War”, sebuah pagelaran musik untuk menentang agresi USA ke negara-negara Timur Tengah. Apakah sebatas datang dan tampil dan menyanyi? Oh, tidak! S.I.D hadir dari menggagas ide, menyiapkan rencana kegiatan, mendesain propaganda dan mengumpulkan Band-band untuk tampil bahkan sampai teknis acara. Itulah sekian banyak aktivitas dan praktek-praktek S.I.D yang menunjukan keselarasan antara tema lagu dengan praktek kehidupan nyata mereka.
Ditangan mereka, dunia “glam” menjadi tidak sebatas hura-hura dan dentingan sulang gelas dan botol alkohol . Dunia “glam saat ini menjadi dunia yang sarat dengan upaya penyadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, keseteraan dan perdamaian. Pesan-pesan yang secara termaktub dalam lagu-lagu mereka, terpropagandakan dalam “oras-orasi panggung” dan mampu membangunkan kesadaran orang-orang akan arti penting dari nilai-nilai itu. Minimal di tingkatan penggemar mereka a.k.a outSIDers. Mampu meretas perebedaan sempit yang selama ini dikonstruksi oleh negara atas sekat-sekat suku, agama, ras, jenis kelamin, kebangsaan dll.
Lalu seberapa pentingkah ucapan penonton yang saya sampaikan di awal tulisan ini? Buat saya pernyataan itu sangat istimewa. Inilah pertamakalinya saya mendengar “pengakuan” atas aktivitas-aktivitas S.I.D yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari dinamika sosial. Setidaknya ada satu orang yang tersadarkan atas kampanye dan propaganda lagu S.I.D selama ini. Bahkan bisa saja mewakili puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang lainnya. Sehingga judge fatalis (rasis, anti sosial) terkubur seiiring waktu.
Ditengah krisisnya bangsa ini akan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dengan bergelimang manusia-manusia berperilaku primitif dan berpikiran sempit nan membosankan, S.I.D tampil sebagai oase yang memberikan secercah harapan. Semestinya orang-orang yang selalu bertampilan necis, berjas rapi, mengaku orang terhormat merasa malu karena justru pesan-pesan kemanusiaan, anti diskriminasi, kesetaraan keluar dari mulut “berandal-berandal” ini.
Semoga tetep konsisten, mari ciptakan dunia baru tanpa diskriminasi. S.I.D “glam”mu kami tunggu seiiring dengan laju sepeda “lowrider” yang mengilhami orang untuk mencintai lingkungan.
Jumat, 17 April 2009
Biography S.I.D PUNK ROCK
The name 'Superman is Dead' started its' evolution from Stone Temple Pilot's "Superman Silvergun". The name moved on to "Superman is Dead" cause they like the idea that there's no such thing as a perfect person out there.
SID actually stumbled together in '95, drawn by their common love of Green Day and NOFX. Their influences soon extended to the punk 'n roll genre a la Supersuckers, Living End and Social Distortion, and here they stay. They say what they wanna say, how they wanna say it. In your face, to say it precisely.
SID public image, self described, is "Punk Rock a Bali" (think raw energy of NOFX vs Social Distortion supersonically fueled with beer-soaked Balinese Rockabilly attitude).
History ? SID produced their first three albums independently (the boys worked years of crappy night jobs), with fabulous, small scale indie labels 1997 "Case 15", 1999 "Superman is Dead", 2002 "Bad Bad Bad"(mini album, 6 tracks).
In March 2003, SID finally signed with Sony-BMG Indonesia after extended negotiations regarding their right to sing the majority of their tracks in English and have full artistic rights over their 'image'!! With that decision they single handedly became the first band from Bali to be invited to sign with a major recording label in Indonesia, the first band in their nation (to my knowledge) to be recording majority of songs in English and the first punk band in Indonesia to get the national exposure and promotion that working with a major label in a third world country provides. And so the history of Indonesian Punk Rock begins!
And as for the question that everyone wants to know, the infamous bomb in Bali happened about 75 M from their home, hangout center, punk rock boutique, bar and rehearsal studio that is also Jrx' house, in the heart of Kuta.
After panel beating back the rolling doors of the studio and shifting a little debris, rehearsals continued as usual. Yeah, they saw a lot, it sucked big time, but its' not gonna stop 'em!
And where are they now? At the end of 2002, one of the more respectable music mags here cited SID as "The Next Big Thing" for 2003. With the release of their fourth album "Kuta Rock City" followed by major air play nationally and in some countries overseas, coupled with the instant popularity of their newest film clip.
SID suddenly find themselves touring continuously throughout Indonesia. Last week they were in four major Indonesian cities, on three islands, in 7 days! Sometimes playing for free at underground scene clubs, sometimes at street skate parties or alternative band festivals, at lots of universities and even occasionally at "classy" venues who would have probably denied them entrance years ago!
Which means more beers for all.
In 2003 SID even got a mention in Time Asia.
They also won a few music awards “MTV Awards for The Best New Artist 2003”, “AMI Awards for The Best New Artist 2003” and nominated again in “AMI Awards 2006 for The Best Rock Album”.
SID had share stages with international bands such as International Noise Conspiracy, NOFX, MXPX and Hoobastank.
They remain proud, boys from the streets of Kuta with a love of punk rock, beers and a good time. Ready for whatever comes next, excited about the next gig.
Thx's en cheers . .